Kamis, 09 Agustus 2018

Apakah Kita Orang Baik?

Posted by Unknown  |  at  18.03

”Jadilah orang yang  baik". (HR Al-Hakim). Disaat seseorang berdiri di depan cermin, maka yang akan terlihat adalah wajahnya. Pertanyaan standar yang muncul adalah apakah Anda cantik, gagah dan ganteng . Ini adalah pertanyaan tentang fisik.  Tapi jarang yang bertanya pada dirinya saat di depan cermin, “Apakah saya orang baik?” Kalaupun ada yang bertanya,  maka jawaban yang akan terucap adalah saya orang baik. Ini adalah kesimpulan personal kita, yang mungkin sudah tercampur dengan dorongan egoisme. Karena belum tentu orang lain mempunyai anggapan yang sama dengan kita.

Dikisahkan bahwa ada seorang lelaki menghadap Rasulullah saw. seraya berkata, ”Tunjukkanlah kepadaku suatu amalan, jika aku mengamalkannya, aku akan masuk surga?. Beliau menjawab,”Jadilah orang yang  baik". Seorang lelaki bertanya,"Bagaimana aku bisa mengetahui bahwa aku adalah orang yang baik?". Beliau menjawab,"Bertanyalah kepada tetanggamu. Jika mereka berkata bahwa kamu orang yang baik, berarti kamu memang orang yang baik. Jika mereka berkata bahwa kamu adalah orang yang buruk, berarti kamu memang orang yang buruk."(HR. Al Hakim)
Lihatlah, lelaki tadi datang kepada Rasulullah saw bukan untuk bertanya tentang urusan dunia. Beliau datang untuk bertanya kepada Rasulullah saw tentang jalan menuju surga.  Jalan menuju surga adalah menjadi orang baik. Dan cara mengetahui apakah kita orang baik adalah dengan bertanya kepada tetangga, teman, sahabat dan orang yang ada di sekitar kita. Jika kita dianggap mereka orang baik, maka berarti kita orang baik. Jika kita dianggap mereka sebagai orang buruk, maka kita orang buruk.
Jangan berbangga dengan banyaknya amal ibadah yang kita lakukan dari sholat, puasa dan sedekah, jika kita masih menyakiti orang lain dengan lisan dan tangan kita. Sebab, ukuran menjadi orang baik bukan hanya ibadah semata. Tapi efek sosial dari ibadah yang kita lakukan. Itu juga bukan berarti, amal sosial lebih diutamakan, sekalipun tidak menunaikan ibadah yang diwajibkan. Ini persepsi yang salah dan keliru. Keduanya, baik amal ibadah ataupun amal sosial wajib diperhatikan. Hanya saja jika seorang ahli ibadah tidak bisa menjaga lisan dan tangannya dari menyakiti orang lain, maka ending-nya akan sia-sia amalnya. Maka jadilah seorang muslim yang baik, yang mampu mengendalikan gerak tangan dan lisannya untuk keselamatan dan kemanfaatan orang lain. “Seorang muslim adalah ia yang menjadikan orang muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya.” (Bukhari Muslim)
Jika orang lain merasakan kebaikan dan kemanfaatan dari lisan, tangan dan seluruh anggota badan kita, maka kita orang yang baik. Mengapa orang lain menjadi barometer dan standar apakah kita orang baik atau tidak? Disana ada beberapa alasan. Pertama, karena kebaikan itu sifatnya universal. Setiap orang yang berakal sehat dan berhati sehat, maka ukuran kebaikan akan sama. Apalagi jika dia adalah seorang muslim. Pasti alarm kebaikan, yang diajarkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah, yang ada dalam jiwanya akan selalu hidup. Kedua, jika orang lain yang dimaksud adalah tetangga, maka tetangga dalam Islam mempunyai kedudukan sebagai saksi yang diterima persaksiannya di depan pengadilan. Tetangga akan bersaksi tentang baik dan buruknya kita. Ketiga, bahwa seseorang dianggap baik, jika kebaikannya lebih banyak dari keburukannya. Tidak ada manusia, kecuali Rasulullah saw, yang 100% murni, utuh, tanpa kesalahan dan keburukan.
Dan mengapa penilaian diri sendiri tidak begitu dianggap? Pertama, karena secara tabiat dasar manusia akan menilai dirinya sebagai orang baik. Agar terjadi keseimbangan, maka perlu penilaian dari orang lain. Kedua, karena seringkali seseorang lebih memperhatikan kesalahan orang lain daripada kesalahan dirinya sendiri. Ketiga, boleh menggunakan penilaian diri sendiri pada saat seseorang akan melakukan sesuatu yang meragukan. Pada saat itu seseorang boleh minta fatwa pada dirinya sendiri, pada hati nuraninya yang paling dalam.
Demikianlah, bahwa kualitas kebaikan kita ternyata bukan kita yang menentukan. Tapi, final decision (keputusan akhir) ada pada orang lain. Dan kualitas kebaikan seorang muslim itu terlahir dari ibadahnya yang benar kepada Alloh swt. Sudah semestinya seseorang yang beribadah kepada Alloh swt  pasti akan merefleksikan segala makna dan nilai-nilai mulia ibadah dalam kehidupannya sehari-hari. Ia akan mewarnani selalu dalam setiap gerak lisan, tangan, kaki, mata, telinga dan pikirannya. Dan jadilah ia sebagai pelopor kebaikan dalam hidup.

Budiman Mustofa, Lc. M.P.I



Tagged as:
About the Author

Write admin description here..

0 komentar:

Majelis Rindu Rasul

Majelis Rindu Rasul
Majelis Rindu Rasul
majelisrindurasul. Diberdayakan oleh Blogger.
back to top