Budiman Mustofa, Lc. MPI
Penulis mendapat forward catatan penuh hikmah dari seorang teman
tentang kisah yang dituturkan oleh Syeikh Muhammad Mutawalli al Sya'rawi
(1911-1998 M, Tokoh Tafsir Mesir). Penulis anggap kisah penuh hikmah ini
penting untuk dibagi sesama muslim, sebagai nasehat dan bahan renungan. Ada
sepenggal kisah dialog beliau Syeikh Sya'rowi dengan seorang pemuda.
Beliau
menceritakan; Aku telah berbincang dengan seorang pemuda yang mempunyai pemikiran
yang agak ekstrim , aku bertanya kepada dia: "Apakah jika engkau
meledakkan klub malam atau tempat maksiat dalam sebuah negara, itu halal atau
haram?" Pemuda: "Sudah tentu halal dan dibolehkan membunuh
mereka." Syeikh Sya'rawi: "Kalau kamu bunuh mereka dan ketika itu
mereka tengah melakukan maksiat kepada Allah, apakah yang akan terjadi kepada
mereka, atau bagaimanakah nasib mereka di akhirat kelak?"
Pemuda:
"Sudah tentu masuk neraka." Syeikh: "Kemana syetan ingin membawa
mereka?" Pemuda: "Sudah tentu ke neraka, sebab itu adalah tujuan
syetan" Syeikh: "Kalau begitu kamu dan syetan bekerjasama dalam satu
tujuan yaitu ingin memasukkan manusia dalam neraka." Kemudian Sheikh pun
mengingatkan pemuda itu satu hadis Rasulullah saw. Yaitu ketika ada sebuah
jenazah yahudi dihadapan baginda, baginda bangun dan menangis, sahabat
bertanya, "Apa yang menyebabkan engkau menangis ya Rasulullah?"
Baginda berkata: "Satu jiwa telah terlepas dari ku dan menuju ke
neraka!" Syeikh: "Nampak, ada perbedaan mencolok antara kamu dan
Rasulullah saw. yang inginkan hidayah buat semua manusia dan menyelamatkan
mereka dari neraka.
Sedangkan kamu di bagian lain dan baginda di lembah yg
lain!" Semoga Allah merahmati Syeikh Sya'rawi. Betapa banyak dari saudara
kita yang terjebak dalam kubang kemaksiatan, kesesatan dan ketidakmenentuan
sikapnya dalam menjalani kehidupan. Bahkan mereka seringkali tidak sadar telah
teracuni virus yang membalikkan nilai kehidupan. Yang baik jadi buruk, yang
buruk jadi baik. Yang benar jadi salah dan yang salah jadi benar. Yang maslahat
dianggap madharat, dan yang madharat dianggap maslahat. Jelas, persepsi semacam
ini tidak bemar. Lantas, apakah kekeliruan persepsi ini murni dari mereka yang
berbuat salah. Pastinya banyak sebab. Dan kita pun tidak bisa memastikan hanya
karena satu sebab. Yang jelas mereka membutuhkan hidayah. Dan hidayah itu bisa
lewat hati, pikiran dan periatiwa.
Jika kita yakini hidayah itu ada dalam hati,
maka sentuhlah dengan bahasa hati. Juga, hidayah itu bisa lewat akal, maka
cobalah menyentuhl mereka para obyek dakwah bahasa akal. Bisa juga hidayah
datang karena sebuah peristiwa dahsyat, yang menggugah hati, maka ambillah
hikmah dari peristiwa yang dialami oleh seseorang, atau obyek dakwah langsung,
galilah maknanya, dan sampaikanlah kepadanya pelajaran ('ibroh) yang bisa
diambil darinya. Tidakkah kita ingat petunjuk Alloh yang mengajak kita agar
mengajak kebaikan (dakwah) juga harus dengan cara-cara yang baik?
Katakanlah:
"Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu)
kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk
orang-orang yang musyrik".( Yusuf: 108) Jelas, kita sebagai mukmin tidak
rela kalau melihat saudara-saudara kita yang berjibaku melawan dahsyatnya
godaan ke neraka. Tapi, bukan berarti kita pakai segala cara agar mereka
mendapatkan hidayah. Ajaklah kebaikan dengan cara yang baik. Maka akan tumbuh
seribu kebaikan. Wallahua'lam...
About the Author
0 komentar: