Budiman
Mustofa, Lc., M.P.I
(Ketua
Majelis Rindu Rasul – Solo)
Jawa
Pos Radar Solo, Rubrik Taklim – Jumat, 1 Mei 2015
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya..” (at-Tahrim: 6)
Saudaraku
yang dirahmati Allah…
Manusia dalam Al-Qur’an
disebut dengan dua kata yang berbeda. Cobalah Anda telaah kembali Al-Qur’an,
niscaya akan Anda buktikan apa yang saya sampaikan tadi. Terkadang Al-Qur’an
menyebut manusia sebagai ‘basyarun’. Dan pada waktu yang lain
menyebutnya sebagai ‘insun’. Yang keduanya diartikan ‘manusia’.
Jika
kita coba memahami alasan mengapa Al-Qur’an menggunakan kata yang berbeda untuk
satu makna, maka akan kita dapatkan kesimpulan yang penuh hikmah. Kata ‘basyarun’
yang disebut sebanyak kurang lebih 35 kali dalam Al-Qur’an, mengisyaratkan
makna bahwa manusia adalah makhluk biologis yang makan, minum, tidur dan
lainnya.
Sedangkan
kata ‘insun’ yang disebut sebanyak 240 kali dalam Al-Qur’an, secara umum
mengisyaratkan makna manusia sebagai keturunan Adam as. Juga menunjukkan posisi
manusia sebagai makhluk yang berlawanan dengan Jin. Yang satu membawa misi
kebaikan dan yang satu membawa misi keburukan. Selain itu kata ‘insun’ juga
seringkali menunjukkan tugas dan amanah manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Sedangkan
malaikat, sangat jelas dari ayat di atas. Mereka adalah makhluk spesial yang
mempunyai tugas spesial dari Allah. Mereka tidak akan pernah berbuat maksiat
dan selalu melaksanakan segala perintah Allah swt.
Dan
yang menjadikan keistimewaan manusia adalah diberinya kebebasan oleh Allah swt
untuk menentukan jalan kebaikan dan keburukan. Sebab, Allah telah membekali
manusia dengan penglihatan, pendengaran, hati dan akal pikiran. Allah swt
berfirman:
فَأَلْهَمَهَا
فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
“Maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (as-Syams:
8)
Maka,
jika kita sebagai manusia mencintai makanan, minuman dan kesenangan dunia
lainnya, maka wajarlah. Namun, jika kita berlebihan dalam mencintai dan
memanfaatkannya, maka berarti sudah terjebak jalan keburukan dan kejahatan yang
dipropagandakan oleh bangsa Jin. Dan jika kita bertaubat, maka Allah akan
membukakan kita pintu taubat untuk kembali suci sebagaimana malaikat yang
bersih dari dosa dan kesalahan.
Sadarilah
bahwa kita ini sekelompok manusia, yang sangat mungkin berbuat salah. Kita ini
bukan kumpulan jin yang salah terus dan jahat terus. Juga bukan kumpulan
malaikat, yang selalu suci dan bersih dari dosa. Apa yang kita lakukan di dunia
ini semua atas dasar ikhtiar kita untuk menjadi hamba Allah yang terbaik.
Jangan ada kata putus asa karena pernah berbuat salah atau dosa. Dan jangan
pula hidup mengisolasi diri, dengan dalih ingin menjaga kesucian. Jalanilah
hidup sewajarnya sebagai manusia, sebagai makhluk sosial, sebagai hamba Allah
swt yang berjuang terus mempertahankan mahkota kebaikan, di tengah dahsyatnya
arus kejelekan.
Maka,
wajarlah jika manusia ada yang ‘jatuh’, asal setelah bangun ia kembali ke jalan
yang benar. Kita dilarang memaki-maki orang yang terjatuh dalam kesalahan,
seakan ia tidak akan kembali ke jalan yang benar. Sebab, makian kita menjadi
celah bagi syetan untuk semakin memperburuk keadaan. Orang yang terjatuh dalam
jurang kesalahan, kemudian ia menemukan jalan kembali, ia lebih mulia daripada
orang yang menyombongkan diri dalam ‘kesucian’. Dan, karena ‘perjuangan’ dahsyat inilah, kita
mempunyai makna dan nilai spesial di sisi Allah swt.
About the Author
0 komentar: