Budiman Mustofa, Lc., M.P.I
(Ketua Majelis Rindu Rasul – Solo)
“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka akan dipahamkan padanya dalam urusan agama.” (HR Bukhari)
Pasti pembaca masih ingat, tragedi yang paling dahsyat
dalam sejarah tentang runtuhnya gedung World Trade Center New York, pada 11
September 2001. Menara Kembar itu direkayasa menggunakan baja ringan, inti
pusat, dan desain egg-crate. Dengan kata lain, jika salah satu kolom
atau pilar runtuh, maka pilar yang lain akan runtuh pula. Dan disitulah titik
rawannya, terlepas dari sisi kelebihan dan kemegahan bangunan tersebut.
Peristiwa lain yang cukup dahsyat juga terjadi pada
tanggal 29 Juni 1995. Dalam 20 detik, Departemen Sampoong Store di Seoul, Korea
Selatan jatuh ke tanah, menewaskan 502 orang dan melukai 937. Setelah ditelisik
sebab musabab peristiwa tersebut adalah karena konstruksi jelek hingga menyebabkan
bencana terbesar dalam masa damai sejarah Korea Selatan.
Begitu
dahsyatnya jika sebuah bangunan dengan performa menakjubkan bisa ambruk dan
luluh lantak tak bersisa. Semua karena rapuhnya sebuah pondasi. Karena pondasi
sebagai penentu keberlangsungan tegaknya bangunan. Dalam hidup ini pun kita
harus memiliki pondasi yang kuat agar kita tidak jatuh terpuruk di tengah
perjalanan panjang. Anda bisa membayangkan jika ada seorang pengusaha besar
yang malang melintang di dunia bisnis, atau pejabat tersohor, tanpa kita duga
ternyata ia jatuh terpuruk dan tak mampu lagi terbangun. Bukan karena
sedikitnya harta, justru karena terlalu banyaknya harta hingga ia tidak mampu
lagi mengendalikannya. Semua keinginannya dan keinginan keluarga dan kerabatnya
bisa terpenuhi. Hingga mencapai titik jenuh. Mereka ingin mencari puncak
kebahagiaan di atas kebahagiaan dunia. Maka, bunuh diri sebagai pilihannya. Ini
adalah akhir tragis sebuah perjalanan hidup.
Semua
berharap senantiasa dalam kebaikan. Tidak ada musibah atau bencana yang
menimpa. Kita selalu memohon kepada Alloh agar dianugerahkan kebaikan dunia dan
kebaikan akhirat. Tidak ada satupun yang berangan untuk tidak bahagia dalam
hidup. Namun, seringkali kita lupa bahwa hidup ini harus berdiri di atas sebuah
pondasi yang kokoh dan kuat. Apapun bentuk usaha yang menopang kehidupan kita,
profesi apapun yang kita geluti, semua harus berlandaskan pondasi yang kokoh.
Pondasi
kokoh yang harus dimiliki setiap muslim adalah paham agama (al-Fiqhu fid
Diin). Agama sebagai pengendali dan panglima dalam kehidupan. Apa yang baik
menurut kita belum tentu baik menurut agama. Jika setiap usaha dan profesi
apapun dilandasi dengan nilai agama, maka dijamin semua akan tetap dalam
kebaikan dan keselamatan. Sebaliknya, sehebat apapun profesi dan usaha yang
kita miliki jika tanpa dilandasi paham agama, maka akan sangat berpotensi pada
kehancuran, dan negatifnya jauh lebih besar dari positifnya, merusaknya jauh
lebih besar daripada membangunnya.
Paham
agama berbeda dengan tahu agama. Banyak orang beragama rusak karena bukan paham
agama, tapi sekedar tahu agama. Paham agama berarti mengetahui dengan dalam dan
detail intisari pesan-pesan agama, hingga menyatu dengan jasad, akal, ruh dan
jiwanya. Kaitannya dengan dunia, agama itu mengajarkan kita “what” nya. Apa saja
yang pantas dan boleh kita ambil dari dunia? Juga mengajarkan “how” nya.
Bagaimana proses dan cara yang benar dalam mengambil dan mengelola dunia? Termasuk
juga mengajarkan “why” nya. Mengapa kita diperbolehkan mengambil dunia? Juga
mengajarkan kita tentang “when” dan “where”. Kapan waktu yang tepat dan diperbolehkan
kita mengambilnya? Dan dimana kita boleh mengambilnya.
Paham
Agama itulah yang akan menunjukkan obyek kehidupan yang tepat buat kita.
Kemudian ia akan memberikan takaran dan ukuran dunia yang tepat untuk kita
ambil. Juga akan menunjukkan cara yang tepat dalam menghadapi dunia. Orang yang
paham agama akan menjadi saudagar yang solih, pejabat yang solih, arsitek yang
solih, guru dan dosen yang solih, dokter yang solih, penguasa yang solih, professional
yang solih dan lainnya. Intinya, semua kamanfaatan akan didatangkan dan semua
bentuk bahaya (kemadharatan) akan dihindarkan. Itu terjadi ketika pondasi agama
kuat. Namun jika lemah, maka yang akan terjadi sebaliknya. Hancur berantakan,
luluh lantak, terpecah menjadi berkeping-keping, tak ada lagi wujud, tak ada
lagi bentuk, sedikit manfaat. Maka perkokohlah pondasi kepahaman agama, agar mendapatkan
kebaikan dunia dan akhirat.
About the Author
0 komentar: