Budiman
Mustofa, Lc., M.P.I
(Ketu
Majelis Rindu Rasul – Solo)
“Jibril terus menerus berpesan kepadaku mengenai tetangga, sehingga aku mengira bahwa ia akan memberikan hak waris kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Siapa
diantara kita yang mampu hidup tanpa teman? Siapa diantara kita yang siap hidup
menyendiri tanpa tetangga? Siapa diantara kita yang siap hidup terpisah dari
komunitas lain? Siapa diantara kita yang tidak membutuhkan pertolongan orang
lain? Setiap kita pasti membutuhkan kehadiran orang lain? Sebab, semua makhluk
ciptaan Allah telah dijadikan berpasang-pasangan dan berjamaah.
Dengan
hidup berjamaah, maka masing-masing kita akan saling menopang apa yang kurang
dari saudaranya. Begitu juga kehidupan bertetangga. Kehadiran tetangga
sangatlah berarti bagi kita. Siapakah Tetangga Itu? Pertanyaan tersebut
mengundang pertanyaan penting lainnya, apakah semua orang yang tinggal di
sekeliling kita bisa disebut tetangga? Apakah tetangga itu dibatasi oleh keyakinan,
bagaimana jika orang yang tinggal di sekeliling kita berbeda keyakinan dengan
kita? Bagaimana posisi tetangga kita yang muslim? Apakah hak tetangga semua
disamakan, baik muslim atau non-muslim? Ibnu Hajar al-Asqalani dalam ‘Fathul
Bari’ menyatakan bahwa, "Penyebutan (istilah) tetangga mencakup (tetangga)
yang muslim maupun yang kafir, yang ahli ibadah ataupun yang fasik, teman
ataupun musuh, yang senegara ataupun dari negera lain, yang bisa memberikan
manfaat ataupun yang akan membahayakan, yang masih kerabat ataupun bukan
saudara, yang dekat rumahnya ataupun yang jauh. Tetangga memiliki (perbedaan
derajat) tingkatan antara satu dengan lainnya. Tetangga yang memiliki derajat
tertinggi adalah yang terhimpun padanya seluruh sifat-sifat istimewa, kemudian
(tingkatan selanjutnya) adalah yang banyak memiliki sifat-sifat luhur, dan
(tingkatan yang terakhir) adalah yang paling sedikit sifat-sifat baiknya”.
Kemudian
beliau menyebutkan bahwa tetangga itu ada tiga macam, tetangga yang memiliki
satu hak yaitu tetangga non muslim, lalu tetangga yang memiliki dua hak yaitu
tetangga muslim, dan tetangga yang memiliki tiga hak yaitu tetangga muslim
serta masih kerabat. Hadis di atas sangat jelas mengisyaratkan kepada kita agar
kita memberikan perhatian yang lebih kepada tetangga. Kita sangat dianjurkan
agar memperhatikan hak-hak mereka, bersikap baik terhadap mereka dan
mengulurkan bantuan yang mereka perlukan. Mereka ibarat pagar rumah kita.
Mereka lah yang menjaga rumah kita, melindungi kehormatan dan kemuliaan kita.
Pager
mangkok luwih kuat tinimbang pager tembok. Pagar mangkok, lebih kuat daripada
pagartembok. Artinya berbuat baik kepada tetangga, seperti memberikan semangkok
makanan atau sayur, itu lebih kuat pengaruhnya daripada pagar tembok.
Ya…..benar. Jika kita sudah mampu mengambil hati mereka, maka mereka pun akan
siap mengulurkan bantuan apapun yang kita butuhkan. Bahkan disaat kita tidak
berada di tempat tinggal kita. Itulah mengapa Rasulullah sangat perhatian
terhadap tetangga, sebagai miniature masyarakat yang terkecil. Jika hidup
bertetangga, kita jalani dengan baik, maka kehidupan masyarakat pun akan baik.
Sebab, tidak akan terbentuk sebuah masyarakat kecuali terbentuk dari sebuah
keluarga.
Oleh
sebab itulah mengapa Rasulullah saw berpesan kepada kita agar menjaga hubungan
baik dengan tetangga. Dari ‘Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw pernah bertutur
kepadanya, yang artinya, “Sungguh orang yang diberi karunia sikap lemah lembut,
maka ia telah diberikan anugerah dari kebaikan dunia dan akherat. Dan silaturahim,
berakhlak serta bertetangga yang baik, keduanya akan bisa membuat rumah makmur
dan menambah panjang umur.” (HR. Ahmad)
Pesan
Rasulullah di atas jelas akan membawa dampak keberuntungan dunia dan akhirat.
Kebaikan yang disebut Rasulullah saw adalah ‘kebaikan’ dalam arti global
(umum). Baik menyangkut personal atau masyarakat umum. ‘Sumber Kebaikan’ yang
termasuk ditekankan oleh Rasulullah adalah berbuat baik kepada tetangga.
Berbuat baik kepada tetangga akan mengundang kemakmuran dunia dan kemakmuran akhirat
Cobalah
kita agendakan dari hari-hari yang kita lewati untuk mengumpulkan investasi
kebaikan kita kepada tetangga kita. Mulailah di setiap pagi kita untuk bertanya
kebaikan apa yang akan kita berikan kepada tetangga? Lanjutkan pula di siang
dan sore hari benih-benih kebaikan itu. Bahkan, jangan berhenti berbuat baik
kepada tetangga sekalipun matahari sudah mulai beranjak ke tempat peraduannya.
Berbuat baik kepada tetangga dijadikan sebagai parameter keimanan seseorang.
Seseorang akan terukur kualitas keimanannya ketika tetangganya mampu merasakan
kebaikannya.
Semakin
kuat keimanan seseorang, maka akan semakin baik kepada tetangganya. Marilah
sunnah yang sederhana ini kita biasakan untuk kita lakukan setiap hari. Kita
tidak perlu memikirkan besar kecilnya kebaikan yang kita lakukan pada tetangga
kita. Kita lakukan semata untuk menjalankan perintah Rasulullah saw dalam hidup
bertetangga. Dengan menjalankan perintah beliau, kita akan mendapatkan
keberuntungan yang tiada tara, baik di dunia maupun di akhirat.
About the Author
0 komentar: